Pascasarjana Pendidikan Teknologi Kejuruan

Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan Vokasi


TUGAS PERTEMUAN II
MATA KULIAH:
ORIENTASI BARU DALAM PSIKOLOGI PENDIDIKAN VOKASI
Dosen Pengampu: Dr. Bambang, D.P., M.Pd.

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING DENGAN MEDIA PEMBELAJARAN BERBANTUAN KOMPUTER DALAM MATADIKLAT MEASURING  BAGI SISWA SMK



Oleh: Muhammad Agung Prabowo, S.Pd

PENELITI:
 WAGIRAN, M. Pd.
Drs. EDY PURNOMO
APRI NURYANTO, MT

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER –
PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN (S2 – PTK)
FAKULTAS TEKNIK – PPs – UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2013
I.                   Pengantar
            Analisis ini dilakukan oleh penulis pada hasil penelitian yang telah disusun oleh wagiran, M.Pd, Drs. Edy Purnomo, Apri Nuryanto, M.T pada tahun 2010 dengan Judul Penelitian: “Pengembangan Pembelajaran Model Problem Based Learning Dengan Media Pembelajaran Berbantuan Komputer Dalam Mata Diklat Measuring Bagi Siswa SMK”
Mengukur dengan dengan alat ukur presisi yang terwadahi dalam Matadiklat Measuring merupakan kompetensi yang mutlak harus dikuasai oleh lulusan SMK untuk dapat bekerja dalam bidangnya. Kompetensi ini merupakan dasar bagi pencapaian kompetensi lainnya seperti melakukan pekerjaan dengan mesin perkakas, perawatan dan kontrol kualitas. Tanpa menguasai kompetensi Measuring mustahil siswa atau lulusan dapat bekerja dalam bidang teknik mesin.  Disamping itu cepatnya perkembangan teknologi menuntut lulusan untuk mampu menyesuaiakan terhadap berbagai perubahan tersebut.
II.                Analisis Pendahuluan
Pembelajaran di SMK merupakan salah satu faktor penting dan bahkan utama dalam menentukan keberhasilan siswa. Oleh karenanya diperlukan suatu proses pembelajaran yang efektif yaitu pembelajaran yang mampu memfasilitasi siswa untuk mencapai kompetensi yang ditentukan didukung oleh fasilitas yang memadai, alat praktek yang lengkap, media yang beragam serta metode pembelajaran yang sesuai.
Namun demikian, pengamatan yang pengusul lakukan dalam proses pembelajaran di SMK Kelompok Teknologi Industri di Daerah Istimewa Yogyakarta menunjukkan hal yang sangat memprihatinkan. Hampir semua SMK tidak memiliki peralatan yang memadai untuk melakukan kegiatan praktek. Standar minimal laboratorium metrologi (pengukuran) menyebutkan bahwa suatu laboratorium minimal mampu melakukan pengukuran: linier, sudut, radius, profil, kekasaran, dan ulir. Diantara persyaratan minimal tersebut sebagian besar SMK hanya mampu memenuhi untuk pengukuran linier dan sebagian untuk pengukuran sudut dengan kondisi minimal.  Keprihatinan ini masih ditambah dengan pola pembelajaran teori  yang umumnya didominasi ceramah dan tidak memberdayakan siswa. Minimnya media yang dipakai mengakibatkan siswa sulit mencerna konsep-konsep abstrak untuk diterjemahkan menjadi kemampuan dalam Measuring.
Berbagai permasalahan  di atas menuntut penyelesaian segera sehingga kualitas lulusan yang dihasilkan dapat terjaga. Problem-Based Leaerning merupakan salah satu alternatif pembelajaran yang paling cocok diterapkan sesuai dengan karakteristik permasalahan yang terjadi. Dilihat dari keterbatasan fasilitas serta mempertimbangkan karakteristik matadiklat bersangkutan, media pembelajaran berbantuan komputer merupakan media yang paling efektif. Hal ini didasari pada kondisi bahwa sebagaian besar SMK telah memiliki fasilitas komputer berikut sarana presentasinya. Dengan demikian model pembelajaran PBL-PBK merupakan solusi efektif bagi permasalahan di atas. Berdasarkan latarbelakang masalah tersebut, rumusan masalah penelitian ini adalah: (1) Bagaimana rumusan kompetensi matadiklat measuring ?, (2) Bagaimana mengembangkan pembelajaran model PBL-PBK  berdasarkan kompetensi yang telah dirumuskan dan teruji secara teoritis maupun empiris khususnya pada matadiklat Measuring, dan (3) Bagaiman kelayakan pembelajaran PBL-PBK pada matadiklat Measuring?

III.             Analisis Kajian Teori

A.    Konsep Dasar dan Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah
Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu setrategi pembelajaran yang dapat membawa siswa pada pembentukan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dengan pendekatan ini memberikan peluang bagi siswa untuk melakukan penelitian dengan berbasis masalah nyata dan autentik.

- Teori Pembelajaran Berbasis Masalah
Beberapa Dukungan Teori Tentang Pembelajaran Berbasis Masalah  Sebagai suatu pendekatan pembelajaran, maka pembelajaran berbasis masalah didasarkan oleh landasan yang kuat oleh berbagai ahli, yaitu :

1.  John Dewey.
Pandangan Dewey tentang pendidikan melihat sekolah sebagai pencerminan masyarakat yang lebih besar dan kelas menjadi labolatorium untuk penyelidikan dan pengentasan masalah kehidupan nyata.

2.  Piaget, Vygotsky dan Konstruktivisme
Pembelajaran berbasis masalah meminjam pendapat Piaget bahwa apabila pelajar dilibatkan dalam proses mendapat informasi dan mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, maka pembelajaran akan menjadi bermakna.
Sementara Vygostky yakin bahwa intelektual berkembang ketika individu menghadapi pengalaman baru dan membingungkan dan ketika mereka berusaha mengatasi deskripansi yang timbul oleh pengalaman-pengalaman ini. Menurut Vygotsky siswa memiliki dua tingkat perkembangan berbeda yaitu:
a.       Tingkat perkembangan actual, yang menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu.
b.      Tingkat perkembangan potensial yaitu  yang dapat difungsikan atau dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua atau bahkan teman sebaya yang lebih cerdsa, maju dan berkembang.

3.  Bruner dan Discovery Learning
Bruner berpendapat bahwa pada hakekatnya tujuan pembelajaran bukan hanya memperbesar dasar pengetahuan siswa, tetapi juga untuk menciptakan berbagai kemungkinan untuk invention(penciptaan) dan discovery (penemuan).
Bruner menganggap sangat penting peran dialog dan interaksi social dalam proses pembelajaran.Berdasarkan dari konsep Bruner, maka seorang guru yanga akan menggunakan pendekatan berbasis masalah harus menekankan pada beberapa hal berikut ini dalam proses pembelajarannya:
a.       Memberikan tekanan yang kuat untuk membangun keterlibatan aktif semua siswa dalam setiap langkah dan proses pembelajaran yang dilakukan .
b.      Mendorong siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan oleh siswa sendiri tanpa dominasi oleh guru.
c.       Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk di dalami dalam berbagai kegiatan penyelidikan hingga siswa sampai pada penemuan ide-ide dan mengkonstruksinya menjadi bangunan teori, paling tidak sampai pada pemahamannya yang mendalam tentang teori.
d.      Orentasi yang digunakan  adalah induktif bukan orentasi deduktif.

2.      Konsep Dasar dan Karakteristik  SPBM
Sanjaya (2008) menyatakan bahwa Pembelajaran Berbasis Masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan pada  proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari SPBM:
a)      SPBM merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi SPBM ada sejumlah kegiatan  yang harus dilakukan  siswa.
b)      aktivitas pembelajaran diarahkan  untuk menyelesaikan masalah. SPBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran.
c)      pemecahan masalah dilakukan  dengan menggunakan  pendekatan berpikir secara ilmiah
Kunandar (2007:35) menyatakan  bahwa pembelajaran berbasis masalah  adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir dan keterampilan penyelesaian masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari mata pelajaran. Sedangkan Faizin dan Sulistio (2008)  adalah pembelajaran yang terpusat melalui msalah-masalah yang relevan. Zulharman (2008) yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah merupakan pembelajaran yang bertolak dari problem yang ada dari konteks nyata.
NCTM (2000) menyatakan bahwa memecahkan masalah berarti menemukan cara atau jalan mencapai tujuan atau solusi yang tidak dengan mudah menjadi nyata, sedangkan poyla (Hudoyo,1979) mendifinisikan pemecahan masalah adalah sebagai usaha untuk mencari jalan keluar dari suatu kesulitan, mencapai tujuan yang tidak dengan segera  dapat dicapai
Word (2000) dan Stepein (1993) yang menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahapan-tahapan metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan untuk memecahkan. 
            Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan apabila guru memiliki beberapa pertimbangan sebagai berikut:
  1. Guru menginginkan agar siswa dapat mengingat materi pelajaran, menguasai bahan dan memahami secara penuh permasalahan yang akan dipelajari.
  2. Guru menginginkan untuk mengembangkan keterampilan berfikir siswa, yaitu kemampuan menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dalam situasi baru, mengenal adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat judgment secara objektif.
  3. Guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat tantangan intelektual siswa.
  4. Guru memotivasi siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.
  5. Guru menginginkan agar siswa memahami hubungan antara apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam kehidupannya (hubungan antara teori dengan kenyataan).
 (Gordon, 2001.,Karjcik, 2003; Slavin, Madden, Dolan & Wasik, 1994; Torp dan Sage, 1998) mendeskripsikan bahwa model pembelajaran berbasis masalah ini memiliki fitur-fitur sebagai berikut:
1.      Pertanyaan atau masalah perangsang
2.      Fokus interdisipliner
3.      Investigasi autentik
4.      Produksi artepak dan exhibit
5.      Kolaborasi
Pembelajaran berbasis masalah dilakukan secara benar sesuai dengan prinsip dan karakteristik pembelajaran, maka ada beberapa dampak tidak langsung yang dapat diperoleh siswa  setelah pembelajaran berbasis masalah diimplementasikan dalam proses pembelajaran dikelas, yaitu:
a.       Keterampilan melakukan penelitian/penyelidikan sebagai dasar pemecahan masalah secara ilmiah.
b.      Perilaku dan keterampilan sosial.
c.       Keterampilan belajar mandiri.

B.     Tahapan-Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah
        Banyak ahli yang menjelaskan bentuk peranan SPBM. Sanjaya (2008) yang mengutip pendapat John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika menjelaskan 6 langkah SPBM yang kemudian dia namakan metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu :
  1. Merumuskan masalah, yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
  2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secara dari berbagai sudut pandang.
  3. Merumuskan hipotesis, yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan untuk memecahkan masalah.
  4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah.
  5. Pengujian Hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil dan merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
  6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yaitu langkah siswa menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai dengan rumusan .
David Johnson & Johnson mengemukakan ada 5 langkah SPBM melalui kegiatan kelompok.
  1. Mengedefinisikan masalah, yaitu merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung isu konflik, hingga siswa menjadi jelas masalah apa yang akan dikaji.
  2. Mendiagnosis masalah, yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah, serta menganalisis berbagai faktor, dari baik faktor yang bisa mengahambat maupun faktor yang dapat mendukung dalam penyelesaian masalah.
  3. Merumuskan alternatif strategi, yaitu menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas.
  4. Menentukan dan menerapkan strategi pilihan, yaitu pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dapat dilakukan.
  5. Melakukan evaluasi, baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Evaluasi proses adalah evaluasi terhadap seluruh kegiatan, sedangkan evaluasi hasil adalah evaluasi terhadap akibat dari penerapan strategi yang diterapkan.
Sesuai dengan tujuan SPBM adalah untuk menumbuhkan sikap ilmiah, dari beberapa bentuk SPBM yang dikemukakan para ahli secara umum SPBM bisa dilakukan dengan langkah-langkah :
1.   Menyadari Masalah
2.   Merumuskan Masalah
3.   Merumuskan Hipotesis
4.   Mengumpulkan Data
5.   Menguji Hipotesis
6.   Menentukan Pilihan Penyelesaian

Richard I. Arend (2008) mengemukakan langkah-langkah melaksanakan pembelajaran berbasis masalah sebagai berikut :
Fase
Kegiatan
Perilaku Guru
1
Memberikan orientasi tentang permasalahan kepada siswa
1.    Guru membahas tujuan pelajaran
2.    Guru mendeskripsikan berbagai kebutuhan logistik
3.    Guru memberikan motivasi kepada siswa untuk terlibat secara aktif dalam kegiatan pemecahan maslah.
2
Mengorganisir siswa untuk meneliti
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan mengorganisikan tugas-tugas belajar yang terkait dengan permasalahannya.
3
Membantu investigasi mandiri dan kelompok
Guru mendorong siswa mendapat informasi yang tepat, melaksanakan ekperimen dan memberi penjelasan dan solusi.
4
Mengembangkan dan mempresentasikan arteifak dan exhibit
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan artifak dan exhibit yang tepat seperti laporan, rekaman video dan model-model Guru membantu siswa menyampaikan/mempresentasikan kepada orang lain.
5
Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka gunakan.

            Beberapa catatan khusus untuk setiap langkah tersebut di atas yang perlu mendapat perhatian dalam Implementasi pembelajaran berbasis masalah adalah sebagai berikut :
1.      Pada saat guru menjelaskan tujuan pembelajaran, ada beberapa hal yang harus disadari oleh seorang guru
a.       Tujuan yang diinginkan dalam pembelajaran berbasis masalah bukanlah untuk mempelajari sejumlah informasi baru tetapi menginvestigasi berbagai permasalahan penting untuk membangun/membuat siswa menjadi mandiri.
b.      Pertanyaan atau permasalah yang akan diinvestigasi, bukan masalah yang harus memerlukan “YA atau TIDAK”, tetapi permasalahan yang memerlukan jawaban dengan kemampuan berpikir yang lebih kompleks.
2.      Mengorganisikan siswa untuk meneliti
3.      Dalam mengorganisir siswa baik dalam kelompok kecil maupun mandiri perlu diperhatikan dan diberikan orientasi yang jelas kepada siswa tentang permasalahan yang akan dibahas, hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan video pendek, berita dikoran dan sebagainya.
4.      Pengempulan dan investigasi
5.      Pada fase kegiatan ini guru harus benar-benar mendorong siswa untuk aktif dalam mengumpulkan data dan informasi yang sebanyak-banyaknya tentang permasalahan yang sedang dibahas.

C.    Implementasi dan Evaluasi Pembelajaran Berbasis Masalah
a.      Penataan Lingkungan Belajar Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Lingkungan belajar merupakan salah satu komponen yang harus mendapat perhatian guru dalam pembelajaran berbasis masalah, agar pembelajaran berlangsung lancar tanpa adanya disturbsi. Ada beberapa hal yang akan diperhatikan dalam penataan lingkungan belajar sebagai berikut :
1.    Menangani situasi multitugas
Pada kelas yang gurunya menggunakan pembelajaran berbasis masalah banyak tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh siswa yang terjadi secara simultan. Untuk membuat pekerjaan kelas yang multi tugas ini bekerja secara efektif, maka guru sebaiknya memberikan bimbingan kepada siswa untuk :
a.       Bekerja secara mandiri dan bekerja bersama-sama.
b.      Guru hendaknya mengembangkan cuing sistem untuk memperingatkan siswa dan membantu mereka menjalani transisi dari satu tipe tugas ke tipe tugas belajar lainnya.
c.       Guru membuat chart dan jadwal yang tentang tugas-tugas yang harus dijadwalkan dan tenggang waktu penyelesaiannya masing-masing tugas tersebut.
d.      Guru memantau kemajuan masing-masing siswa atau kelompok siswa selama multitugas.
2.    Menyesuaikan dengan tingkat penyelesaian yang berbeda
Salah satu masalah rutian yang dihadapi oleh guru-guru di berbagai tingkatan sekolah mulai dari tingkat terendah sampai pada perguruan tinggi pun juga terjadi adalah tinglat penyelesaian tugas yang berbeda.
Untuk mengelola kondisi penyelesaian tugas seperti di atas, diperlukan kemampuan guru untuk mensiasati dengan beberapa kegiatan berikut ini :
a.       Buat aturan waktu yang tegas, prosedur tugas downtime activities.
b.      Untuk siswa yang menyelesaikan tugas lebih awal dan memiliki siswa waktu akan lebih banyak kalau diberikan bahan bacaan yang menarik untuk dibaca yang fungsinya sebagai pengayaan bahan ajar atau dapat juga diberikan bahan-bahan permainan edukatif.
c.       Memberikan tugas pengayaan kepada siswa yang lebih maju dengan memberikan masalah yang menentang untuk diuji cobakan dilaboratorium, dengan demikian siswa akan lebih terasah kemampuan intelektualnya.
d.      Guru mendorong siswa yang lebih maju untuk menmbantu temannya yang belum selesai (tutor sebaya).
3.    Memantau dan mengelola pekerjaan siswa
Seperti diketahui pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang syarat dengan tugas-tugas (multitugas) dan harus diselesaikan siswa secara simultan, konsekuensinya maka pemantauan dan pengelolaan pekerjaan siswa menjadi suatu yang sangat krusial dalam strategi pembelajaran ini. Ada tiga hal pokok yang perlu dilakukan guru untuk menjamin pembelajaran berbasis masalah menjadi akuntabel yaitu :
a.       Persyaratan tugas untuk semua siswa harus dijelaskan secara tegas dan jelas serta rinci.
b.      Pekerjaan siswa harus dipantau dan umpan balik harus diberikan pada pekerjaan siswa yang sedang berjalan.
c.       Catatan perkembangan siswa yang harus dibuat.
4.    Mengatur gerakan dan perilaku di luar kelas
Apabila guru menugaskan siswa menyelesaikan tugasnya untuk memecahkan permasalahan di laboratorium, maka guru sudah seharusnya memastikan bahwa siswanya memahami secara jelas apa dan bagaimana bekerja di laboratorium, atau diperpustakaan, maka pastikan siswa mengerti bagaimana mencari bahan bacaan secara cepat dan tepat, bagaimana mengelola bahan bacaan, membuat catatan kecil yang mudah dan cepat dalam penggunaannya.

b. Asesmen dan Evaluasi Dalam Pembelajaran Berbasis Masalah
Pada dasarnya sistem evaluasi pada pembelajaran dengan menggunakan strategi lainnya dapat diterapkan pada pembelajaran berbasis masalah, yang harus disadari adalah bahwa evaluasi yang digunakan harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, artinya evaluasi harus dapat mengukur apa yang menjadi indikator keberhasilan belajar.
Ø  Pengukuran Pemahaman
Pembelajaran berbasis masalah menjangkau ke luar pengembangan pengetahuan faktual tentang sebuah topik, yakni pengembangan pemahaman yang agak sophisticated tentang berbagai masalah dan dunia di sekitar siswa. Untuk  mengukur pemahaman siswa tentang suatu topik dapat dibuat tes yang agak terbuka jawabannya, kepada siswa dalam bentuk karangan essei.
Ø  Mengases Potensi Belajar
Tes performasi kebanyakan hanya mengukur pengetahuan dan keterampilan pada titik waktu tertentu, tetapi belum mengases potensi belajar atau kesiapan belajar siswa. Untuk itu tes kesiapan untuk membaca dan bidang perkembangan bahasa lainnya dapat digunakan, dan alat tes tersebut sudah banyak tersedia dan telah memiliki tingkat vadilitas dan rehabilitas yang tidak diragukan lagi.
D.    Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah
1.      Keunggulan
  1. Pemecahan masalah (problem solving) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
  2. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menentang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.
  3. Pemecahan masalah (problem solving) dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa.
  4. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa bagaimana mentranfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
  5. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
  6. Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap mata pelajaran.
  7. Pemecahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.
  8. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berpikir lebih kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan.
  9. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
  10. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus-menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.
  11. Strategi pembelajaran berbasis masalah dapat membentuk siswa untuk memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi, yang dibarengi dengan kemampuan inovatif dan sikap kreatif akan tumbuh dan berkembang.
  12. Dengan strategi pembelajaran berbasis masalah, kemandirian siswa dalam belajar akan mudah terbentuk, yang pada akhirnya akan menjadi kebiasaan dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang ditemuinya dalam aktivitas kehidupan nyata sehari-hari ditengah-tengah masyarakat.
2.   Kelemahan
  1. Manakala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
  2. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan dan pelaksanaannya.
  3. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.
IV.             Analisis Hasil Penelitian
Ujicoba secara luas dilakukan di 3 SMK yaitu SMK. Muhammadiyah Prambanan, SMK PIRI I Yogyakarta, dan SMKN 3 Yogyakarta. Dalam ujicoba luas tersebut masing-masing melibatkan tiga orang guru dan siswa dua kelas (satu kelas sebagai kelompok eksperimen dan satu kelas sebagai kelompok kontrol). Desain yang digunakan adalah pretest posttest control group design. Berdasarkan ujicoba di 3 SMK tersebut dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan signifikan hasil pembelajaran dengan bantuan media komputer dibandingkan pembelajaran non media berbantuan komputer. Pembelajaran dengan media berbantuan komputer juga berperan dalam mempersingkat waktu penyampaian materi, dalam arti tingat pemahaman siswa lebih meningkat dalam waktu yang lebih singkat dari model pembelajaran tanpa media.
Berdasarkan uji implementasi yang dilakukan, sebagian besar guru juga menyatakan bahwa penerapan pembelajaran dengan bantuan media komputer mampu meningkatkan motivasi, perhatian, keaktifan dan mengurangi gangguan belajar siswa. Dengan demikian pembelajaran berbantuan komputer merupakan salahsatu upaya efektif dalam meningkatkan kualitas pembelajaran
Selain aspek tanggapan dari guru dan murid yang menunjukkan seberapa layak penggunaan media berbantuan komputer tersebut, aspek penting yang perlu diperhatikan adalah pola implementasi di masing-masing SMK. Berdasarkan ujicoba luas yang dilakukan, SMK memiliki berbagai macam karakteristik terutama terkait dengan kesiapan guru dan fasilitas. Dari sisi guru, kemampuan literasi komputer yang beragam merupakan faktor yang penting dicermati. Terdapat guru dengan tingkat literasi komputer yang tinggi, namun disisi lain masih terdapat guru dengan kemampuan mengoperasikan komputer yang terbatas. Hal ini berdampak pada penggunaan media atau program komputer yang digunakan. Dalam penelitian ini digunakan program Macromedia Flash dengan pertimbangan bahwa program tersebut masih cukup mudah dipelajari dan sudah lebih kompleks dari program media tayang semacam power point. Dari sisi fasilitas, kelengkapan fasilitas komputer yang dimiliki SMK sangat beragam. Terdapat SMK yang memiliki fasilitas komputer lengkap, namun terdapat pula SMK yang hanya memiliki komputer beberapa unit. Hal ini berdampak bagi pola implementasi pembelajaran berbantuan media komputer.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama penelitian paling tidak terdapat tiga pola impelmentasi yang diterapkan guru. Pola pertama adalah menjadikan media pembelajaran berbantuan komputer sebagai bahan ajar tayang. Dalam hal ini pembelajaran menggunakan bantuan komputer dan alat proyeksi (viewer, infocus dan sejenisnya). Guru menjadikan medi elektronik sebagai bahan ajar dalam membantu menjelaskan suatu materi kepada siswanya. Siswa menyimak paparan dari guru menggauankan media tersebut. Pola kedua adalah menjadikan media pembelajaran berbantuan komputer sebagai pendukung paraktek. Dalam hal ini media pembelajaran ditempatkan dalam satu atau dua komputer yang diletakkan di bengkel dan dapat diakses secara leluasa oleh siswa. Siswa yang mengalami kesulitan dalam hal tertentu termasuk praktek dapat memanfaatkan media tersebut sebagai alat mencari informasi atau tutorial. Apabila siswa mengalami kesulitan maka siswa dapat mengakses atau mencari tahu jawabannya melalui media tersebut. Pola satu dan pola kedua lebih cocok diterapkan di SMK dengan keterbatasan fasilitas komputer. Sedangkan untuk SMK yang memiliki kecukupan sarana komputer, pembelajaran dapat dilakukan secara individual dan interaktif. Dalam hal ini siswa langsung berhadapan dengan komputer (satu komputer satu siswa) untuk mempelajari materi atau kompetensi yang ditetapkan.
Berdasarkan temuan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi pembelajaran berbantuan komputer tidak dapat dipaksakan dengan pola yang sama, namun perlu memperhatikan karakteristik masing-masing SMK terutama dalam aspek kesiapan guru dan fasilitas yang dibutuhkan. Dengan cara tersebut implementasi pembelajaran berbantuan media diharapkan mampu meningkatkan kualitas pembelajaran.
Berdasarkan hasil ujicoba media yang telah dilakukan, secara umum dapat diketahui bahwa media pembelajaran dapat digunakan oleh siswa SMK atau layak digunakan sebagai bahan pembelajaran siswa SMK. Dari sisi materi, pengorganisasian materi maupun tampilan termasuk kategori cukup baik hingga baik.

Daftar Pustaka:
Hanafin dan Peck (1988) The Design, Development, and Evaluation of Instructional Media. Cambridge: Harper & Row Publishers.

Kaput, JJ. Dan Thomson, P.W. (1994) Technology in Mathematics Education Research. The First 25 Year in Journal For Research in Mathematics Education 676 – 684

Marsh, Colin (1996)  Handbook for Beginning Teacher. Australia:  Longman.

Wagiran (2002) Pembelajaran Konstruktivisme, Alternatif Pembelajaran Menuju Penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi, (refleksi hasil penelitian). Jurnal PTK Vol 10, Nomor 19 Oktober 2002.


Wagiran (2003). Meningkatkan kualitas pembelajaran melalui penerapan pembelajaran cooperative learning dalam matakuliah Teori Proses Pemesinan III pada siswa jurusan Teknik Mesin FT. Universitas Negeri Yogyakarta. Jurnal Dinamika Volume I, Nomor 1 , Mei 2003. Hal: 12-17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar